Jakarta, Suarabersama.com – Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan bahwa empat pulau yang sebelumnya menjadi objek sengketa akan masuk ke dalam wilayah administratif Aceh. Menyikapi keputusan tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memastikan bahwa pihaknya akan melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang sebelumnya menyatakan keempat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumatera Utara (Sumut).
“Kesepakatan ini merevisi pemahaman tahun 1992. Kini lebih kuat karena disahkan melalui kesepakatan formal yang disaksikan dua pejabat tinggi negara. Ini menunjukkan keseriusan semua pihak untuk menyelesaikan polemik batas wilayah secara damai dan permanen,” kata Tito, Rabu (18/6/2025).
Kepmendagri yang akan disesuaikan adalah Keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang mengatur tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Empat pulau yang dimaksud dalam sengketa ini adalah Pulau Mangkir Ketek, Pulau Mangkir Gadang, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.
Dalam rangka menyesuaikan data wilayah, Tito juga mengarahkan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk memperbarui Gazetteer, yaitu basis data resmi nama-nama geografis Indonesia. Pembaruan tersebut akan memasukkan keempat pulau ke dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Singkil.
Lebih lanjut, perubahan data ini juga akan disampaikan ke United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNCSGN) sebagai bagian dari upaya memperkuat pengakuan internasional terhadap kedaulatan Indonesia atas keempat pulau tersebut.
Tito menyebut bahwa legitimasi posisi hukum Indonesia atas wilayah ini turut diperkuat oleh dokumen historis. Salah satu bukti yang digunakan adalah catatan tentang keberadaan penduduk Aceh Singkil di pulau-pulau tersebut sejak lama.
“Dengan dokumen yang diperbarui dan bukti-bukti historis yang ada, maka posisi Indonesia kuat secara hukum dan geopolitik,” tegasnya.
Langkah cepat ini selaras dengan perintah Presiden Prabowo Subianto, yang telah memberikan arahan agar sengketa wilayah diselesaikan secara damai, berdasarkan konstitusi, dan mengedepankan keutuhan nasional.
“Presiden Prabowo sangat jelas dalam arahannya, tidak boleh ada konflik antardaerah. Semua diselesaikan lewat kesepahaman yang sah, didukung bukti hukum dan historis. Dan itu yang kami laksanakan,” tandas Tito.



