Jakarta, Suarabersama.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berencana memanggil para pemegang izin tambang nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, guna melakukan peninjauan terhadap kegiatan pertambangan yang sedang berlangsung.
“Saya akan evaluasi, akan ada rapat dengan dirjen saya. Saya akan panggil pemiliknya, mau BUMN atau swasta,” ucap Bahlil saat ditemui usai menghadiri acara Human Capital Summit di Jakarta pada hari Selasa.
Menurut Bahlil, pelaksanaan kegiatan pertambangan di wilayah tersebut masih kurang menyentuh nilai-nilai kearifan lokal yang ada di masyarakat setempat. Selain itu, dia juga mencatat adanya aspirasi dari warga Papua yang menginginkan agar pembangunan smelter dilakukan di kawasan mereka.
Ia menekankan bahwa kondisi geografis dan status otonomi khusus Papua memerlukan pendekatan berbeda dalam pengelolaan tambang di daerah tersebut.
“Kami harus menghargai, karena Papua itu kan ada otonomi khusus, jadi perlakuannya juga khusus. Nanti saya pulang akan evaluasi,” tutur Menteri yang berasal dari Tanah Cenderawasih itu.
Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, menyampaikan di Sorong pada Senin (19/5) bahwa terdapat dua perusahaan yang aktif mengelola tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Kedua perusahaan tersebut telah memiliki izin usaha pertambangan yang diperoleh sejak wilayah ini masih menjadi bagian dari Provinsi Papua Barat. Selain dua perusahaan itu, ia juga menyebut adanya entitas lain yang mengantongi izin sebelum terbentuknya Provinsi Papua Barat Daya.
Sementara itu, Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, mengutarakan keprihatinannya pada Sabtu (31/5) di Sorong mengenai wewenang pemberian maupun pencabutan izin tambang yang dikelola langsung dari Jakarta. Hal ini menyebabkan keterbatasan pemerintah daerah dalam melakukan intervensi terhadap aktivitas tambang yang ditengarai merusak lingkungan sekitar.
“97 persen Raja Ampat adalah daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Raja Ampat berharap agar pemerintah pusat mempertimbangkan kembali pembatasan kewenangan terkait pengelolaan hutan. Dengan demikian, masyarakat lokal dapat berperan lebih aktif dalam menjaga kelestarian alam serta memperoleh manfaat ekonomi yang lebih baik dari sumber daya yang ada.