Suara Bersama

Premanisme di Sektor Properti: Oknum Ormas Dituding Bermain dalam Perizinan

suarabersama.com, Jakarta – Aksi premanisme yang melibatkan oknum organisasi masyarakat (ormas) tak hanya mengganggu investasi di sektor manufaktur, tetapi juga meresahkan industri properti. Praktik tersebut dinilai semakin sistematis dan terorganisir di berbagai daerah.

Direktur Ciputra Group, Harun Hajadi, mengungkapkan bahwa premanisme masih menjadi tantangan besar dalam sektor perumahan, terutama di beberapa wilayah di Indonesia.

“Gangguan dari kelompok yang tidak resmi masih kerap terjadi,” ujar Harun kepada media pada Minggu (16/3/2025).

Ia menjelaskan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, kasus serupa relatif jarang ditemukan. Namun, di daerah lain, khususnya di Jawa Barat dan Sumatera Utara, aksi premanisme lebih terstruktur dan sulit ditangani.

“Biasanya yang mengganggu bukan ormas resmi, tapi kelompok yang tidak memiliki legalitas. Itu lebih mudah ditangani,” tambahnya.

Ciputra Group saat ini mengembangkan proyek perumahan di hampir 40 kota di seluruh Indonesia. Di Jawa Barat, perusahaan ini menjalankan 10 proyek yang mencakup perumahan dan hotel. Sementara di Sumatera Utara, mereka bekerja sama dengan Gama Land untuk membangun dua proyek perumahan.

Pentingnya Sosialisasi dalam Mencegah Gangguan

Harun menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat sejak awal proyek untuk mencegah potensi gangguan. Jika gangguan dibiarkan sejak dini, maka akan semakin sulit untuk ditangani.

“Sosialisasi sejak awal sangat krusial. Kami juga memiliki program renovasi rumah dan sekolah di sekitar proyek untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat,” jelasnya.

Selain aksi premanisme, regulasi perizinan yang berbelit juga menjadi celah bagi oknum aparat penegak hukum (APH) dan ormas untuk melakukan pemerasan terhadap pengembang.

“Banyak regulasi yang kompleks dan memakan waktu lama. Hal ini menjadi peluang bagi oknum tertentu untuk melakukan intervensi yang tidak seharusnya. Pada akhirnya, kami seperti menjadi ‘ATM’ bagi mereka,” keluh seorang pengembang.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan sinergi antara pengembang, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah. Sosialisasi kepada masyarakat sekitar proyek menjadi langkah strategis untuk mencegah kesalahpahaman dan membangun hubungan harmonis.

“Di beberapa daerah, pendekatan kepada masyarakat sudah dilakukan sebelum proyek dimulai. Ini sangat membantu,” kata seorang pengembang lainnya.

Premanisme di sektor properti masih menjadi masalah yang perlu perhatian serius. Kendati tidak semua wilayah terdampak secara langsung, upaya proaktif dari para pengembang dan pemerintah dalam membangun komunika

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × one =