suarabersama.com, Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menghentikan operasionalnya per 1 Maret 2025, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 10 ribu pegawai. Kini, perusahaan tekstil ternama ini berada di bawah kendali kurator setelah diputus pailit.
Dalam rapat kreditur yang digelar, diputuskan bahwa Sritex tidak akan melanjutkan operasional bisnisnya. Keputusan ini diambil setelah melalui masa diskusi selama 21 hari dengan debitur pailit.
Faktor Penyebab Sritex Tutup
Kurator kepailitan Sritex, Denny Ardiansyah, mengungkapkan bahwa berbagai aspek menjadi pertimbangan utama dalam keputusan ini, termasuk tidak adanya modal kerja, kebutuhan tenaga kerja yang besar, tingginya biaya produksi, serta potensi kerugian lebih lanjut jika tetap beroperasi.
Dengan tidak adanya prospek keberlanjutan usaha (going concern), langkah selanjutnya adalah melakukan eksekusi dan penilaian aset perusahaan. Aset yang telah dinilai oleh akuntan independen akan dilelang guna melunasi utang yang ada.
Keputusan Berat bagi Manajemen
Dalam rapat kreditur yang berlangsung di Pengadilan Niaga Semarang, Hakim Pengawas Haruno Patriadi menegaskan bahwa kondisi keuangan Sritex sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan usaha.
Sementara itu, Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyatakan bahwa keputusan ini sangat berat, namun pihaknya tetap menghormati putusan pengadilan.
“Kami akan bekerja sama dengan kurator agar proses penyelesaian berjalan lancar. Ini menjadi momentum bagi kami untuk bangkit lebih kuat,” ujar Iwan dalam pernyataan perpisahannya di pabrik Sritex, Sukoharjo.
Ia juga menyampaikan terima kasih serta permohonan maaf kepada seluruh karyawan atas segala interaksi selama ini.
Penutupan Sritex menjadi pukulan besar bagi industri tekstil nasional, mengingat perusahaan ini sebelumnya merupakan salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia.