Suara Bersama

Outlook 2025: Tantangan dan Peluang Baru Industri Manufaktur Pasca Banjir Impor dan Lonjakan PHK

suarabersama.com, Jakarta – Setelah melalui terpaan badai impor dan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang 2024, sektor manufaktur Indonesia diprediksi masih akan menghadapi tantangan berat di 2025. Sektor yang rentan, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), diperkirakan tetap harus berjuang untuk bertahan.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan pihaknya telah memetakan sektor-sektor dengan potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dan sektor yang masih berisiko tertekan. “Sektor yang paling rentan sudah kami identifikasi untuk mendapat perhatian khusus,” ujarnya pada Senin, 6 Januari 2025.

Kontribusi Industri Pengolahan Tetap Signifikan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan pada triwulan ketiga 2024 tercatat sebesar 4,72 persen secara tahunan. Industri makanan dan minuman, logam dasar, serta barang elektronik memberikan kontribusi terbesar. Meski demikian, kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) baru mencapai 19,02 persen, jauh dari capaian 32 persen pada 2002.

Menurut Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, kontribusi sektor ini akan tetap stabil, namun belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan ke arah reindustrialisasi. “Masih diperlukan langkah besar untuk membalik tren deindustrialisasi,” ujarnya.

Kebijakan Impor Jadi Sorotan
Kritik terhadap kebijakan impor kembali mengemuka. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 dianggap memperlemah daya saing industri lokal. Kebijakan ini disebut sebagai salah satu penyebab bangkrutnya sejumlah perusahaan besar, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex).

Selain itu, lonjakan angka PHK juga menjadi indikator suramnya kondisi sektor ini. Hingga akhir 2024, lebih dari 80 ribu tenaga kerja tercatat kehilangan pekerjaan, dengan mayoritas berasal dari sektor manufaktur.

Sektor Potensial dan Sektor Bermasalah
Kementerian Perindustrian memproyeksikan sektor makanan, minuman, farmasi, dan elektronik akan menjadi penyerap tenaga kerja utama di tahun ini. Sebaliknya, sektor tekstil, furnitur, serta karet dan plastik masih menghadapi tekanan berat. Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika menjelaskan, sektor tekstil menghadapi persaingan ketat akibat banjir produk impor dan situasi pasar global yang belum pulih.

Peran Pemerintah Sangat Dibutuhkan
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menekankan perlunya kebijakan proindustri yang konkret. Menurutnya, beban produksi akibat tingginya biaya energi dan lemahnya perlindungan pasar domestik harus segera diatasi. “Pasar domestik harus diperkuat terlebih dahulu sebelum berbicara tentang ekspor,” tegasnya.

Meski demikian, optimisme masih terlihat di beberapa sektor seperti industri makanan dan minuman. Dengan potensi pasar domestik yang besar dan peluang ekspor yang masih terbuka, sektor ini diharapkan mampu menjadi penggerak utama pertumbuhan manufaktur.

Upaya Revisi Aturan dan Dorongan Lokal
Pemerintah menyatakan komitmennya untuk meninjau ulang Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi sektor tekstil dan pakaian jadi. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan bahan baku lokal untuk meningkatkan daya saing.

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − 4 =