Jakarta, Suarabersama.com – Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, terus menjadi perhatian publik. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar tersebut Pada Kamis (9/1/2025). Namun, hingga kini, belum ada pihak yang mengakui tanggung jawab atas proyek itu. KKP memberikan tenggat waktu 20 hari bagi pemilik untuk membongkar pagar tersebut, atau pihak berwenang akan mengambil tindakan tegas. Spekulasi mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ini terus berkembang. Sejumlah pihak telah disebut-sebut sebagai dalang proyek ini, namun semuanya masih menjadi tanda tanya besar.
1. Selebriti Terkenal
Seorang nelayan bernama Heru dari Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, mengungkapkan bahwa seorang selebriti yang sedang booming menjadi dalang di balik proyek ini. Meski enggan menyebut nama, Heru menyatakan bahwa banyak warga setempat mengetahui siapa sosok tersebut.
“Anak kecil juga tahu dalangnya. Yang jelas, semua orang pasti tahu,” ujar Heru.
Namun, Heru juga menyampaikan kekecewaannya karena tidak ada sosialisasi terkait pembangunan pagar laut tersebut, yang telah mengganggu aktivitas para nelayan.
2. Bos PIK 2
Nama Aguan, pendiri PT Agung Sedayu Group, juga muncul dalam spekulasi ini. Ia disebut-sebut terlibat dalam proyek pagar laut oleh sejumlah nelayan. Namun, kuasa hukum Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) membantah tudingan ini, menegaskan bahwa proyek tersebut tidak berada di kawasan PIK 2 ataupun bagian dari proyek strategis nasional (PSN).
“Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian,” tegas Muannas Alaidid, kuasa hukum PIK 2.
3. Jaringan Rakyat Pantura (JRP)
Versi lain datang dari Jaringan Rakyat Pantura (JRP), yang mengklaim pagar laut tersebut dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat untuk mencegah abrasi, mitigasi bencana tsunami, dan mendukung kegiatan tambak ikan.
“Tanggul ini dibangun sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap ancaman kerusakan lingkungan,” jelas Koordinator JRP, Sandi Martapraja.
Namun, klaim JRP ini mendapat bantahan keras dari nelayan lain. Kholid, seorang warga setempat, menilai klaim tersebut tidak masuk akal, mengingat besarnya biaya yang diperlukan untuk membangun pagar sepanjang itu.
“Itu nggak masuk akal. Kalau benar swadaya, dari mana uangnya? Itu hanya alasan untuk menutupi sesuatu,” tegas Kholid.
KKP masih menyelidiki siapa yang bertanggung jawab atas pagar laut misterius ini. Jika dalam 20 hari tidak ada pengakuan, pemerintah akan membongkar pagar tersebut. Polemik ini tidak hanya menjadi isu lingkungan, tetapi juga mencerminkan pentingnya transparansi dan koordinasi dalam pemanfaatan ruang laut.
(HP)