Jakarta, Suarabersama.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan perubahan besar dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika. Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, pengguna narkotika tidak lagi dihukum dengan penjara, melainkan diwajibkan untuk menjalani rehabilitasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Yusril saat menyampaikan orasi ilmiah pada acara wisuda Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim) yang berlangsung secara daring beberapa waktu lalu (11/12/2024).
“Pengguna Narkotika Adalah Korban” Yusril menjelaskan bahwa dalam kerangka hukum baru ini, pengguna narkotika dianggap sebagai korban yang membutuhkan pembinaan dan pemulihan, bukan sanksi penjara.
“Barangkali jumlah warga binaan di lembaga pemasyarakatan akan berkurang secara drastis. Tetapi, mereka tidak berarti bebas begitu saja. Mereka diwajibkan menjalani rehabilitasi,” ucap Yusril.
Upaya ini dilakukan untuk mengurangi beban di lembaga pemasyarakatan yang kini mengalami overkapasitas dengan tahanan kasus narkotika.
Prinsip Keadilan Restoratif dan Hukum Hidup KUHP baru yang akan berlaku pada Januari 2026 mengusung prinsip keadilan restoratif dan rehabilitatif, yang bertujuan untuk memulihkan pelanggar hukum dan mengintegrasikan mereka kembali ke masyarakat.
Yusril menyebut bahwa pendekatan ini sesuai dengan the living law, yaitu hukum yang berkembang dan diterapkan dalam masyarakat Indonesia, dengan memperhatikan nilai-nilai adat serta hukum Islam. “Filsafat penghukuman kita sudah jauh berbeda dengan warisan kolonial Belanda. Kini, fokusnya adalah membangun keadilan yang relevan dengan kondisi masyarakat kita,” tegasnya.
Arah Baru Penegakan Hukum Penyusunan KUHP baru melibatkan diskusi panjang dan perdebatan yang cukup sengit, namun hasil akhirnya dianggap dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern, tanpa melupakan kearifan lokal.
Revolusi dalam pendekatan terhadap pengguna narkotika ini diharapkan tidak hanya mampu mengurangi beban lembaga pemasyarakatan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi para pengguna untuk memperbaiki diri dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Apakah kebijakan ini akan efektif dalam mengatasi masalah narkotika di Indonesia? Waktu yang akan membuktikan keberhasilan dari pendekatan ini.