Suara Bersama

BNPT Tekankan Pentingnya Kolaborasi Antar Sektor untuk Cegah Radikalisasi Digital

Jakarta, Suarabersama.com – Dalam era teknologi yang berkembang pesat, ancaman radikalisasi tidak lagi hanya terjadi di dunia fisik, tetapi juga merambah ke ranah digital. Menyadari potensi bahaya yang semakin kompleks ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengambil langkah proaktif dengan mengedepankan strategi kolaboratif atau pentahelix. Strategi ini bertujuan untuk memperkuat upaya pencegahan radikalisasi melalui kolaborasi antar berbagai sektor masyarakat yang memiliki peran penting dalam memerangi ideologi ekstrem.

Pentahelix melibatkan sinergi antara lima elemen utama: pemerintah, masyarakat, media, akademisi, tokoh agama, dan pengusaha. Masing-masing elemen ini berperan dalam menangani ancaman radikalisasi, dengan fokus utama pada peran penting ruang digital, tempat di mana kelompok radikal semakin aktif dalam menyebarkan ideologi mereka.

Direktur Deradikalisasi BNPT, Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Nurwakhid, menjelaskan bahwa saat ini media sosial dan gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Alat-alat ini, meskipun memberikan banyak manfaat positif, juga telah dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda ekstremis yang bertujuan untuk merekrut anggota baru dan menyebarkan ideologi mereka. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, serta aplikasi pesan instan seperti WhatsApp dan Telegram, menjadi saluran utama bagi kelompok-kelompok ini untuk menyebarkan konten-konten yang menghasut kebencian dan kekerasan.

Lebih lanjut, Ahmad Nurwakhid menambahkan bahwa, dalam menghadapi ancaman ini, BNPT tidak dapat bekerja sendiri. Kolaborasi dengan berbagai pihak sangat diperlukan, baik dari sektor swasta, akademisi, tokoh agama, hingga masyarakat umum. Pemerintah berperan dalam membuat kebijakan yang mendukung pencegahan radikalisasi di dunia maya, sedangkan media memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada publik mengenai bahaya radikalisasi dan cara mengenali konten ekstremis.

Akademisi juga turut berkontribusi dengan riset-riset yang dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai pola radikalisasi digital dan solusi-solusi yang tepat. Tokoh agama diharapkan dapat memberikan perspektif yang moderat dan menyebarkan pesan perdamaian, sementara pengusaha dapat berperan dalam mengembangkan teknologi yang lebih aman serta memberikan dukungan kepada inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran konten radikal.

Dalam implementasinya, BNPT juga mendorong adanya pengawasan terhadap algoritma media sosial yang sering kali memperburuk penyebaran konten ekstremis. Kerja sama dengan platform teknologi, termasuk perusahaan besar seperti Google dan Meta, menjadi kunci untuk memastikan bahwa algoritma yang digunakan tidak memperburuk polarisasi dan memudahkan penyebaran konten berbahaya.

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, BNPT juga mendukung pengembangan program literasi digital yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ancaman radikalisasi online. Program ini mencakup pelatihan bagi masyarakat tentang cara mengenali dan menghindari konten ekstremis di internet, serta mengedukasi anak muda agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial.

Melalui strategi pentahelix ini, BNPT berharap dapat membentuk suatu ekosistem yang lebih resilient terhadap ancaman radikalisasi, baik di dunia nyata maupun dunia maya, serta menciptakan masyarakat yang lebih sadar dan tanggap terhadap potensi bahaya yang ada.

“Handphone atau gadget kita itu tanpa batas, borderless. Media sosial dan perangkat digital lainnya sangat potensial digunakan oleh kelompok radikal terorisme untuk menyebarkan ideologi ekstrem dan meradikalisasi masyarakat,” Ahmad dalam talkshow di TVRI, Kamis (14/11/2024).

Pada kesempatan tersebut, ia menekankan pentingnya memperkuat strategi pentahelix dalam melawan radikalisasi, terutama di dunia digital. Pasalnya, kelompok radikal menggunakan saluran digital seperti media sosial untuk menyebarkan ideologi ekstrem yang dapat mengancam keamanan nasional.

“Radikalisme yang menunggangi agama sering kali memanfaatkan penceramah agama sebagai pintu masuk infiltrasi ideologi. Namun, para penceramah ini juga bisa menjadi pintu keluar jika mereka menyampaikan pesan yang moderat, menyejukkan, dan mempersatukan,” jelasnya.

Ahmad kembali menegaskan bahwa kolaborasi pentahelix antara pemerintah, masyarakat, media, akademisi, tokoh agama, dan pengusaha merupakan kunci untuk menangkal infiltrasi ideologi radikal.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

thirteen + eight =