Jakarta, Suarabersama.com – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof. Lukman S Thahir menyatakan bahwa generasi muda, termasuk gen-Z dan milenial, perlu dilindungi dari ancaman radikalisme.
“Generasi muda atau gen-Z dan milenial adalah komponen harapan bangsa yang diharapkan dapat melanjutkan pembangunan di masa mendatang, maka mereka tidak boleh terpapar oleh gerakan intoleransi, radikalisme, dan terorisme,” kata Prof Lukman dalam dialog penguatan gen-Z dan moderasi beragama di Kota Palu.
Menurutnya, ada empat faktor utama yang menyebabkan generasi gen-Z dan milenial rentan terhadap propaganda perilaku intoleran. Keempat faktor tersebut meliputi faktor neurologis, kedekatan keluarga, faktor sosial, serta pengaruh internet dan berbagai platform media sosial.
Dalam faktor neurologis, Prof. Lukman S Thahir menjelaskan bahwa otak remaja berkembang dengan cara yang unik. Selama masa remaja, korteks prefrontal—yang berfungsi dalam penalaran dan pengendalian diri—mengalami perkembangan yang lebih lambat dibandingkan amigdala, pusat emosi manusia. Perbedaan ini membuat generasi muda lebih rentan terhadap pengaruh emosional.
“Hal ini membantu menjelaskan mengapa remaja antara usia 18 hingga 20 tahun bagi banyak orang tua sering tampak impulsif dan gegabah. Proses transisi inilah yang membuat pemuda menjadi seperti dempul psikologis di tangan kelompok ekstrim yang terampil,” jelas Lukman.
Selanjutnya, dalam faktor kedekatan keluarga, Prof. Lukman S Thahir menjelaskan bahwa kerentanan psikologis yang dialami remaja, yang berasal dari perkembangan neurologis mereka, sangat dipengaruhi oleh dinamika dalam lingkungan keluarga dekat. Faktor ini memainkan peran penting dalam membentuk bagaimana remaja merespons dan terpapar pengaruh eksternal.
Pada faktor sosial, Prof. Lukman S Thahir menjelaskan bahwa gen-Z dan milenial cenderung rentan terhadap pengaruh dari komunitas atau sub-budaya mereka yang sering terisolasi dari struktur pemerintahan yang lebih luas. Sub-budaya ini seringkali diliputi oleh kemunduran politik, sejarah, dan kondisi sosial ekonomi, yang dapat menimbulkan rasa keterasingan terhadap kelompok luar yang dominan.
Selain itu, faktor internet dan media sosial memainkan peran penting. Platform digital ini telah menjadi bagian integral dari gaya hidup gen-Z dan milenial, menciptakan momentum yang dimanfaatkan oleh kelompok ekstrem untuk merekrut anak muda dan menarik mereka bergabung dengan kelompok mereka.
“Oleh karena itu, upaya deradikalisasi dan pencegahan radikalisme serta penguatan moderasi beragama harus masif digencarkan,” katanya.
Prof. Lukman S Thahir mengungkapkan bahwa menurut sensus penduduk tahun 2020, generasi gen-Z di Indonesia mencakup 27,94 persen dari total 270 juta jiwa penduduk. Sementara itu, generasi milenial mencapai 25,87 persen dari jumlah populasi tersebut.
“Artinya jika digabungkan maka seluruhnya 53,81 persen, lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia. Jika mereka ini tidak segera dibentengi dari penyebaran radikalisme maka hal itu bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa,” tutur dia.
(Hni)



